communicationdomain

PEMIKIRAN

Posted on: December 18, 2010

PEMIKIRAN

by: A.C.S.


Pengertian Pemikiran

Pemikiran adalah aksi (act) yang menyebabkan pikiran mendapatkan pengertian baru dengan perantara hal yang sudah diketahui. Yang beraksi dalam pemikiran, bukan hanya pikiran atau akal budi saja tetapi sesungguhnya manusia secara keseluruhan. Proses pemikiran adalah suatu pergerakan mental dari satu hal menuju hal lain, dari proposisi satu ke proposisi ke proposisi lainnya dari apa yang sudah diketahui kdqre hal yang yang belum diketahui.

Pembagian Pemikiran

Cara pemikiran dibagi menjadi dua, yaitu pemikiran secara langsung dan pemikiran secara tidak langsung.

  • Pemikiran Langsung

Secara subjektif, pemikiran langsung (inferensi langsung) adalah suatu proses pikiran dimana kita berpikir dari suatu proposisi ke proposisi lain tanpa pertolongan proposisi ketiga. Dalam pemikiran langsung sebenarnya tidak terdapat pergerakan maju, sebab di dalamnya hanya terdapat dua cara yang berbeda dalam mengatakan hal yang sama. Pemikiran langsung dapat terjadi dalam berbagai macam, yaitu :

a)      Opisisi

Oposisi terdapat antara dua proposisi yang mempunyai term-term yang sama, tetapi berbeda dalam kedua-duanya. Oposisi adalah deduksi dari sebuah premis dengan mengubah kualitasnya atau kuantitasnya atau dengan mengubah kedua-duanya. Oposisi  terbagi menjadi empat bagian yaitu :

–          Oposisi Kontradiktoris

Terdapat antara dua proposisi yang berbeda dalam kuantitas dan kualitas.

Hukumnya : Apabila yang satu benar, yang lain palsu ; apabila yag satu palsu , yang lain benar.

–          Oposisi Kontraris

Terdapat antara dua buah proposisi universal yang berbeda dalam kualitas.

Hukumnya : Apabila yang satu benar, yang lain palsu ; tetapi tidak sebaliknya. Maka apabila yang satu palsu, yang lain dapat juga palsu.

–          Oposisi Subalterna

Terdapat antara dua buah proposisi yang berbeda hanya dalam kuantitas.

Hukumnya :

(1)   Apabila proposisi universal benar, proposisi partikular juga benar; tetapi tidak sebaliknya.

(2)   Apabila proposisi partikular palsu (salah), maka proposisi universal juga palsu (salah); tetapi tidak sebaliknya.

–          Oposisi Subkontratis

Terdapat antara dua buah proposisi particular yang berbeda dalam kualitas.

Hukumnya : Apabila yang satu palsu, yang lain benar, tetapi tidak sebaliknya. Maka, apabila yang satu benar, yang lain dapat juga benar.

b)      Konversi

Konversi adalah proses melalui mana kita menukar subjek dan predikat sebuah proposisi tanpa mengubah kebenarannya. Konversi adalah deduksi dari suatu premis melalui transposisi subjek dan objek. Konversi dibagi menjadi :

–          Konversi Bersahaja

Subjek dan predikat ditukar tanpa mengubah ekstensi subjek dan predikat tersebut. Dalam konversi bersahaja kuantitas premis dipertahankan. Misalnya: Beberapa mahasiswa pandai-beberapa yang pandai adalah mahasiswa; beberapa orang Indonesia adalah bangsat – beberapa bangsat adalah orang Indonesia. Hanya proposisi E dan I yang dapat mengalami konversi bersahaja. Akan tetapi konversi bersahaja juga dapat dilakukan pada proposisi A yang mengungkapkan definisi utuh; misalnya: Semua manusia adalah hewan berakal budi – semua hewan yang berakal budi adalah manusia.

 

–           Konversi Aksidental

Subjek predikat ditukarkan, tetapi ekstensi (lingkungan) salah satu daripadanya dikurangi (biasanya dengan mengurangi kuantitas premis); misalnya: semua jaksa adalah manusia.

–          Beberapa manusia adalah jaksa.

Konversi dan semacam itu diizinkan pada proposisi-proposisi A dan E. ada juga kemungkinan ketiga, tetapi oleh karena tidak bernilai praktis, maka kita lewatkan saja!

 

c.   Obversi

Obverse adalah suatu bentuk penyimpulan langsung dari sebuah proposisi tanpa mengubah arti, tetapi membawa perubahan pada kualitasnya dan mengubah predikat dengan bentuk kontradiksinya. Dalam obverse sering kita harus memasukkan kata “bukan” dua kali, yakni menyangkal unsure penghubung dan predikat. Hal ini bertumpu pada prinsip: dua negative menghasilkan hal yang positif.

Proposisi-proposisi yang dapat diobsversikan adalah A,E,I,O.

 

d.   Kemungkinan dan Eksistensi

  1. Pemikiran (penalaran, inferensi) yang dapat secara langsung ditarik:
    1. Apabila suatu hal ada, hal tersebut mungkin. Misalnya: Jiwa dan badan dihubungkan dalam manusia, jadi jiwa dan badan dapat dihubungkan.
    2. Apabila suatu hal tidak mungkin, maka hal tersebut tidak ada. Misalnya: persegi bulat adalah tidak mungkin, maka persegi bulat tidak terdapat di mana pun juga. Dalam istilah bahasa Latin: A non posse valet illation ad non esse.

 

  • Pemikiran Tidak Langsung

Dipandang secara subjektif, pemikiran tidak langsung adalah proses pikiran, yang dengannya kita bergerak dari satu proposisi ke lain proposisi dengan pertolongan proposisi ketiga. Sedangkan apabila dipandang secara objektif, pemikiran tidak langssung adalah hubungan antara ketiga buah proposisi tersebut.

Seperti telah kita ketahui, kita membagi pemikiran tidak langsung ke dalam tiga bagian: deduksi, induksi, dan argument kumulatif. Prinsip pembagiannya didasarkan pada kuantitas term-term yang diperbandingkan. Deduksi bergerak dari yang umum ke yang khusus (atau yang paling sedikit pada hal yang kurang umum), induksi bergerak dari yang khusus ke yang umum, sedangkan argument kumulatif bergerak dari yang khusus ke yang khusus.

Apabila kita memandang prioritas riel premis-premis atau kesimpulan, maka pemikiran deduktif bisa a priori atau a posteriori.

Bentuk-bentuk pemikiran tidak langsung:

Induktif

Logika induktif adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.

 

Deduktif

Deduksi bergerak dari yang umum ke yang khusus (atau paling sedikit pada hal yang kurang umum). Apabila kita memandang prioritas riel premis-premis atau kesimpulan, maka pemikiran deduktif bisa a priori atau a posteriori.

 

Silogisme

Dalam silogisme, proposisi diatur sedemikian rupa sehingga memiliki hubungan yang jelas. Oleh karena itu, silogisme merupakan bentuk pemikiran tidak lansung yang paling sempurna.

  • Silogisme adalah identitas 2 term/konsep dengan term ketiga yang sama.
  • Kekuatan silogisme berada pada hubungan antara term-term.
  • Silogisme itu hendak menentukan hubungan logis term-term tersebut.

Prinsip-prinsip silogisme

  1. Prinsip komprehensi
  • Prinsip keakuran:  Misalnya A=B, B=C, maka A=C.
  • Prinsip kebedaan: A  sama dengan C, B tidak sama dengan C, maka A tidak sama dengan B.
  1. Prinsip ekstensi
  • Dikatakan dengan semua: maksudnya hal-hal secara universal diakui, maka berlaku pula anggota hal-hal tersebut.
  • Tak dikatakan tentang manapun juga: ini kebalikan dari prinsip di atas. Jika suatu hal secara universal diakui, maka pada anggota hal-hal tersebut juga berlaku untuk tidak diakui.

 

Pembagian Silogisme

Silogisme Kategoris

Adalah proses pemikiran yang menjadi tempat untuk menyelidiki kesamaan atau kebedaan dua konsep objektif dengan memperbandingkannya dengan konsep ketiga secara berturut-turut.

Curang itu dosa.

Mencontek adalah curang.

Maka mencontek adalah dosa.

b) Bentuk Silogisme kategoris

Dengan memperhatikan kedudukan term pembanding (M) dalam premis pertama maupun dalam premis kedua, silogisme kategoris dapat dibedakan antara empat bentuk atau empat pola, yakni sebagai berikut:

1)      Silogisme Sub-Pre, suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya dalam premis pertama sebagai subjek dan dalam premis kedua sebagai predikat.

Polanya: M P

S M

S P

Contoh:

  • Semua manusia akan mati.
  • Socrates adalah manusia.
  • Jadi, Socrates akan mati.

2)      Silogisme Bis-Pre atau Praeprae, suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya menjadi predikat dalam kedua premis.

Polanya: P M

S M

S P

Contoh:

  • Semua orang yang berjasa terhadap negara adalah pahlawan.
  • Sukarno adalah pahlawan.
  • Jadi, Sukarno adalah orang yang berjasa terhadap negara.

 

3)      Silogisme Bis-Sub atau Subsub, suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya menjadi subjek dalam kedua premis.

Polanya: M P

M S

S P

Contoh:

  • Manusia adalah berbudaya.
  • Manusia itu juga berakal budi.
  • Jadi, semua yang berakal budi adalah berbudaya.

 

4)      Silogisme Pre-Sub, suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya dalam premis pertama sebagai predikat dan dalam premis kedua sebagai subjek.

Polanya: P M

M S

S P

Contoh:

  • Semua influenza adalah penyakit.
  • Semua penyakit adalah menggannggu kesehatan.
  • Jadi, sebagian yang mengganggu kesehatan adalah influenza.

Variasi-variasi dalam Silogisme kategoris

Variasi Bentuk I (Sub-pre)

a. bArbArA

  • Semua mahasiswa Mankom sedang menghadapi POSTER.
  • Semua anak Mankom A adalah mahasiswa Mankom.
  • Semua anak Mankom A sedang menghadapi POSTER.

b. bArbArI

  • Semua mahasiswa Fikom adalah manusia.
  • Semua mahasiswa Fikom pandai berkomunikasi.
  • Beberapa yang pandai berkomunikasi adalah manusia.

c.cElArEnt

  • Semua mahasiswa Fikom tidak mengikuti pemilu.
  • Semua mahasiswa mankom ada mahasiswa Fikom.
  • Semua mahasiswa mankom tidak mengikuti pemilu.

d. cElArOnt

  • Semua warga komplek Batununggal tidak memiliki KTP.
  • Semua warga di jalan Batu Permai adalah warga komplek Batununggal.
  • Beberapa warga di jalan Batu Permai  tidak memiliki KTP.

 

e. dArII

  • Semua mahasiswa Unpad berdemonstrasi.
  • Jerry adalah mahasiswa Unpad.
  • Jerry berdemonstrasi.

f. fErIO

  • Tidak semua penghuni Wisma Harapan adalah wanita.
  • Beberapa penghuni Wisma Harapan adalah wanita.
  • Beberapa penghuni Wisma Harapan bukan wanita.

 

c) Hukum-hukum silogisme kategoris

Dalam menyusun suatu silogisme haruslah perlu diingat aturan-aturan tentang isi dan luas subjek dan predikat agar jalan pikiran itu sah.[4]

I.            Silogisme kategoris harus ada hanya tiga term yaitu term mayor (P), term minor (S), dan term antara (M),

II.            Term mayor atau minor tidak boleh bersifat universal dalam kesimpilan, jika tidak ada yang universal dalam premis-premis.Hukum ini terdiri dari dua bagian, term mayor tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan jika term itu hanya partikular dalam premis mayor dan term minor tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan jika term itu hanya partikular dalam premis-premis, itu berarti hanya beberapa dalam referen mereka yang sesuai atau tidak sesuai dengan term antara (M).

III.            Term antara tidak boleh terdapat kesimpulan. misal: Setiap orang dapat tertawa. Setiap orang dapat merasa. Setiap orang dapat merasa dan tertawa. ini bukan silogisme. ini hanya suatu ringkasan.

IV.            Term antara (M) sekurang-kurangnya satu kali universal dalam premis-premis.

V.            Tidak ada kesimpulan yang dapat ditarik dari dua premis yang partikular.

VI.            Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulannya harus afirmatif juga.

VII.            Kesimpulan tidak boleh lebih kuat dari premis.Jadi jika ada premis mengandung partikular, maka kesimpulan juga harus partikular. Jika ada premis yang negatif kesimpulan harus negatif juga.

 

Argumen Kumulatif

Tidak jarang kita ingin mengetahui fakta-fakta individual yang tidak kita observasi sendiri, bahkan kita tidak dapat mengobservasi sendiri. Misalnya: Betulkah Morse yang menemukan telegram? Adakah Stalin mati karena bunuh diri? Adakah Napoleon mempunyai kekasih berkebangsaan Italia? Adakah Perang Dunia I dimulai tahun 1914: Siapakah yang menyusun cerita Sangkuriang? Dan lain-lain.

Jelas bahwa induksi tidak dapat menolong kita menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. deduksi juga tidak sanggup. Memang betul kesimpulan silogisme dapat berupa proposisi singular (Darii, Ferio), akan tetapi karena predikatnya disimpulkan dari suatu proposisi universal, pastilah sesuatu yang umum untuk semua (misalnya: maka Suseno berakal budi). Padahal dalam persoalan kita kini, baik S maupun P adalah individual, unik, dalam arti fakta-faktanya terjadi hanya sekali dan kemungkinan tidak dapat terjadi lagi.

Argumen kumulatif adalah pemikiran yang berdasar pada alasan-alasan yang menunjuk pada fakta yang sama sebagai satu-satunya penjelasannya.

Misalnya: Seorang dosen merasa merasa tertarik untuk memperhatikan Tobing dan Parlin yang banyak menunjukkan kesamaan. Pekerjaan keduanya mempunyai susunan yang sama, kalimat-kalimat yang sama, dan juga kesalahan-kesalahan yang sama. Apabila dipandang  satu per satu mungkin tidak dapat dibuktikan bahwa yang satu menyontek yang lain. Tetapi dosen tetap mencurigai adanya kemungkinan mereka bekerja sama dalam tentamen. Maka akhirnya, karena satu dan lain hal, dosen menjadi yankin bahwa Parlinlah yang menyontek Tobing, dan bukan sebaliknya.

Atau misalnya: Sepuluh ahli sejarah sezaman dengan Nero memberikan kesaksian kesaksian bahwa Nero mati dengan bunuh diri. Taruhlah, misalnya, masing-masing member kesaksian tanpa bergantung satu sama lain dan tidak ada motif-motif negative yang terselip dalam kesaksian mereka. Pendek kata, kesaksian mereka objektif. Lalu penjelasan yang bisa diterima, yakni disimpulkan dari kesaksian-kesaksian mereka, bahwa Nero benar-benar bunuh diri.

Langkah-langkah yang tercakup dalam argument ini adalah ketiga langkah pertama yang dibicarakan dalam induksi. Pertama-tama faktanya haruslah dikumpulkan dengan saksama dan tanpa purbasangka. Kemudian dibuat suatu hipotesis, yakni untuk sementara mengasumsi suatu fakta lain yang dapat menjelaskan fakta yang belum terbongkar. Kemudian hipotesis tersebut harus diuji kebenarannya, guna mengetahui adakah hal ini, dan haal ini saja, yang menjelaskan fakta-fakta yang diketahui.

Metode berpikir ini terutama dipakai dalam sejarah. Juga diperlukan dalam kehidupan sehari-hari bilamana fakta-fakta khusus harus ditentukan, dalam diagnosis medis, dalam mengenal kembali sahabat lama, dan lain-lain.

Argument kumulatif juga sering disebut konvergensi kemungkinan-kemungkinan.

 

PRINSIP-PRINSIP DASAR PEMIKIRAN

Pikiran adalah benda kodrat, maka berlaku juga hukum-hukum yang mengikat semua benda kodrat, semua ada khusus (semua beings). Hukum-hukum tadi adalah pangkalan yang tidak boleh dan tidak dapat diabaikan. Apabila orang mengabaikannya, hanya kekacauanlah yang akan didapat. Prinsip-prinsip ini juga disebut prinsip-prinsip formal karena merupakan prinsip-prinsip yang menjamin terlaksananya proses pemikiran dengan benar, baik itu dari jenis rasionalitas sticto sensu maupun jenis rasionalitas lato sensu.

Prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip-prinsip dasra karena prinsip-prinsip tersebut demikian bersahaja, mudah dan cepat dilihat. Dengan membandingkan suatu benda dengan dirinya sendiri atau dengan membandingkan ada khusus dan bukan ada khusus (being dengan non-being), dengan sangat mudah, kita dapat menemukan prinsip-prinsip tersebut:

  1. Prinsip identitas: prinsip ini merupakan dasar dari semua pemikiran. Artinya ialah pengakuan bahwa benda ini adalah benda ini, dan bukan benda lain; bahwa benbda itu adalah benda itu, dan bukan benda lain. Dalam bahasa Latin dirumuskan: ens est quod est. A adalah A. suatu benda adalah benda itu sendiri. Setiap benda identik dengan dirinya sendiri.

Prinsip ini langsung, analitis, dan jelas dengan sendirinya. Artinya, prinsip ini tidak membutuhkan pembuktian.

Inti prinsip ini sama dengan prinsip pembatalan (principle of contradiction, principium contradistionis).

Dalam logika prinsip ini berarti: bila sesuatu diakui, maka juga harus diakui semua kesimpulan yang dibuat dari pengakuan tadi. Apabila orang sudah mengakui tentang suatu hal, dan kemudian memungkiri suatu kesimpulan yang dibuat dari pengakuan tadi, maka ia berarti menelan kembali pengakuannya. Orang tidak dapat bersama-sama mengakui dan memungkiri, melainkan harus konsekuen, jika itu yang benar berdasarkan evidensi objektifnya, jangan mengubah-ubah pengakuan atau penolakannya semaunya. Jika tidak, pikiran akan kacau jadinya. Maka hanya realitas itu dan bukan yang lain yang dibantu membahasa, mengungkap diri.

  1. Prinsip pembatalan (principle of contradiction, principium contradictionis): Prinsip ini sebenarnyalah rumusan negative dari Prinsip identitas. Rumusannya: Idem nequit simul esse et non esse sub eodem respect. Orang Inggris merumuskan: Nothing can be and not be at the same time and in the same respect. Jadi tidak mungkin terjadi misalnya: seorang anak (pada saat yang bersamaan) pandai menggambar dan tidak pandai menggambar, meskipun bisa jadi ia pandai menggambar, tetapi tidak pandai dalam mewarnai gambarnya.

Prinsip pembatalan juga langsung, analitis dan jelas dengan sendirinya sifatnya. Kita tidak membutuhkan term pembanding (terminus medius, term penengah) untuk membuktikannya. Cukup hanya mengerti akan ati ada dan tidak-ada yang sebenarnya dan kemudian membandingkannya. Asal seseorang masih seorang manusia yang waras, tentu (mau tidak mau) akan melihat kebenaran mutlaknya.

Hegel menolak prinsip pembatalan. Tetapi sebenarnya hal itu terjadi karena ia salah mengerti term-termnya. Menurut Hegel setiap perbedaan adalah kontradiksi. Suatu hal yang sama dapat mempunyai predikat (sebutan) yang berbeda, tidak saja secara berturut-turut, tetapi dapat juga secara simultan (bersamaan). Misalnya: Kecap hitam dan manis, mahasiswa Jurnalistik pintar dan kucel. Tetapi sebenarnya orang yang waras tidak akan mengatakan bahwa kalimat-kalimat di atas itu mengandung kontradiksi, atau predikat yang satu membatalkan predikat yang lain. Tentu saja orang bisa mengatakan: pintar adalah tidak kucel; jadi mahasiswa jurnalistik tidak kucel dan kucel. Tetapi jelas sekali bahwa itu adalah suatu bentuk kesesatan pikiran (fallacy). Pintar dan kucel menunjuj dua aspek yang berlainan.

Dalam logika prinsip ini berarti taatilah prinsip identitas dengan jauhilah kontradiksi, yakni jauhilah hal-hal yang berlawanan asas. Sesuatu yang diakui tidak boleh dibatalkan begitu saja. Janganlah orang membatalkan pernyataannya sendiri. Apabila orang mengakui sesuatu, jangan kemudian menyimpulkan sesuatu yang berlawanan asas dengan apa yang diakui tadi.

 

  1. Prinsip-penyisihan-kemungkinan-ketiga (principle of excluded middle, principium exclusi tertii): Prinsip yang mengatakan bahwa tidak terdapat kemungkinan ketiga. Yang dimaksudkan ialah apabila terdapat dua proposisi yang kontradiksi, yang satu merobohkan yang lain, pastilah salah satu dari proporsisi itu salah. Tidak mungkin terdapat kemungkinan ketiga. Rumusan Latinnya: Ens au test aut non est.

Logika simbolis modern mengatakan bahwa lebih baik mengungkapkan kebenaran prinsip tersebut. Tentang hal ini bisa kita ragukan!

 

  1. Prinsip-alasan yang mencukupi (principle of sufficient reason, principium rationis sufficientis): karena sifat keumumannya, prinsip-alasan-yang-mencukupi dapat kita beri tempat disini juga. Rumusannya: sesuatu yang ada mempunyai alasan yang mencukupi untuk adanya. Segala sesuatu mempunyai dasar atau alasan yang mencukupi untuk adanya, atau segala sesuatu dapat dimengerti. Tetapi waspadalah untuk tidak memperluas penerapan prinsip ini pada semua realitas, atau pada sesuatu yang hanya satu, sebab tidak semua realitas dapat dimengerti secara memadai oleh pikiran kita yang terbatas. Rumus latinnya: quid quid est, habet rationem sui sufficientem. (cf. Nihil ex nihilo!).

Pikiran manusia diciptakan untuk kebenaran. Pikiran kita diciptakan sedemikian rupa sehingga dengan mudah dan cepat dapat melihat kebenaran prinsip-prinsip tersebut, terutama prinsip pembatalan. Seorang anak kecil pun akan tercengang dan memandang Anda apabila Anda mengucapkan dua pendapat berturut-turut, dan pendapat-pendapat ini berlawanan asas. Anak tersebut belum pernah mendengar prinsip pembatalan, tetapi pikirannya sudah dikodratkan sanggup menangkap kontradiksi tersebut.

Orang-orang dewasa menganggap sebagai hal yang memalukan apabila seseorang terperosok dalam kontradiksi. Seseorang yang berturut-turut mengucapkan dua hal yang berlawanan, segera akan dicap sebagai orang yang berpenyakit jiwa. Banyak orang yang perlu diselidiki dan dirawat para ahli ilmu jiwa karena ucapan-ucapannya yang saling bertentangan! Mungkin ucapan sekarang yang bertentangan dengan ucapan-ucapannya yang terdahulu merupakan usaha penyelamatan muka atau penyelamatan diri, ntetapi toh sama saja karena hal itu sebenarnya merupakan petunjuk akan adanya jiwa yang kurang waras! Para wartawan, misalnya mungkin dapat dimaafkan karena mereka harus menulis cepat sehingga tidak tahu atau tidak ingat lagi apaa yang dikatakan kemarin. Tetapi hal itu tetap merupakan cacat yang harus dihindari. Akan tetapi, banyak juga tulisan yang menyatakan dari sebagai tulisan serius, toh juga mengerjakan hal yang sama. Suatu pertanda munculnya suatu zaman baru yang menggelisahkan, yakni zaman skeptisisme (tidak ada kebenaran formal).

Leave a comment